Rabu, 21 Agustus 2013

The Miracle of Islamic Finance in The Midst of Globalization


 

Oleh Nurul Wakhidah (Ilmu Ekonomi 2011)

Sekretaris Jendral SEF UGM

Di era modern ini, tidak dapat dielakkan lagi bahwa kran globalisasi sudah terbuka dengan lebar sehingga menyebabkan arus informasi, barang dan jasa, serta modal menjadi begitu mudah menyeberangi batas negara, menciptakan integrasi ekonomi dan sosial. Bahkan, konsep borderless world pun sudah menjadi hal yang tak asing lagi. Tentunya, berbagai dampak –baik itu positif maupun negatif- timbul dari merebaknya globalisasi ini.

            Globalisasi memang membuka kesempatan bagi setiap perekonomian untuk tumbuh dan berkembang, menawarkan pangsa pasar yang lebih luas. Namun di sisi lain, globalisasi juga menyebabkan fenomena ekonomi yang terjadi di suatu negara dengan mudahnya menjalar ke negara lain, misalnya saja krisis finansial yang melanda Amerika Serikat tahun 2008. Ketika krisis itu melanda, guncangan hebat yang melanda sektor finansial AS dengan agresifnya menginfeksi sektor finansial lain di seluruh dunia, bahkan beberapa lembaga keuangan sampai collapse. Namun, yang menarik adalah, lembaga keuangan seperti perbankan islam tetap bisa bertahan dengan menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hasil study IMF yang dilakukan oleh Maher Hasan dan Jemma Dridi menunjukkan bahwa lembaga keuangan islam lebih tahan krisis, sehingga mereka cenderung mengalami kenaikan di tengah trend global yang sedang mengalami penurunan.

            Apa yang menyebabkan lembaga keuangan islam mampu bertahan melawan krisis? Apakah fenomena ini hanyalah kebetulan belaka? Hal ini perlu kita telisik lebih dalam lagi. Fondasi utama yang memperkuat lembaga keuangan islam adalah sistem pembiayaannya yang equity-based, tidak seperti lembaga keuangan konvensional yang loan-based. Pembiayaan yang dilandaskan pada modal dan bukannya utang ini membuat perbankan islam lebih terhindar dari unsur ketidakpastian spekulasi, tidak seperti perbankan konvesional pada umumnya.

            Lembaga keuangan islam berlandasakan asas-asas risk sharing, kepercayaan, dan transparansi. Mereka juga mendasarkan investasi pada sektor riil, sehingga tidak menyebabkan bubble. Artinya, setiap investasi di sektor financial harus disertai dengan underlying assets atau wujud investasi konkret di sector riil. Hal ini tentu saja berbeda dengan investasi konvensional yang bisa melakukan investasi tanpa adanya underlying assets, menciptakan uang out of thin air.

            Perbedaan-perbedaan mendasar inilah yang membuat lembaga keuangan islam tidak terpuruk karena krisis yang melanda sector financial global tahun 2008. Krisis ini menjadi katalis utama dalam menunjukkan kepada kita bahwa keuangan islam telah membuktikan dirinya sebagai pejuang yang tangguh dan mampu bertahan melawan arus utama dampak globalisasi. Bahkan saat ini, keuangan islam menjadi salah satu segmen yang paling cepat berkembang di jasa keuangan global.

Memang, globalisasi identik dengan persaingan. Akan ada winners, akan ada loosers. Akankah keuangan islam (Islamic Finance) mampu bersaing di tengah euphoria globalisasi dan menjadi pemenang? Kita tidak mengetahui dengan pasti. Namun, sejarah telah menunjukkan salah satu bukti bahwa lembaga keuangan islam bisa menjadi pemenang. Meskipun demikian, melihat interval krisis yang akhir-akhir ini semakin pendek dan tantangan globalisasi yang semakin kompleks, bekal yang dimiliki oleh lembaga keuangan islam masih belum cukup. Diperlukan sinergi antarpihak untuk terus meningkatkan performance lembaga keuangan ini; mulai dari regulator dalam hal memberikan payung hukum yang pasti, praktisi yang dengan keahliannya menciptakan berbagai inovasi, dan masyarakat yang berpartisipasi aktif dalam mengembangkan industri keuangan islam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar