Rabu, 01 Juni 2011

Peluang dan Masa Depan Ekonomi Syariah

Hai orang – rang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah – langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu ” ( QS.Al-Baqarah : 208 )

Kondisi perekonomian dunia pada saat ini berada dalam ketidakseimbangan (Global Imbalancess). Faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, menurut European Central Bank (ECB) dan Jhon B.Taylor, salah satunya adalah Liquidity Glut. ECB dan Jhon B Taylor menganggap bahwa Liqidity Glut, dapat memicu timbulnya Inflasi. Penyebab utama timbulnya inflasi adalah adanya “ suku bunga” yang telah menjadi bagian dari biaya produksi, sehingga akhirnya menjadi bagian dari harga produk yang di jual. Hal ini tidak akan terjadi, jika asumsi persaingan sempurna (perfect competition) benar-benar terjadi di pasar.  Akan tetapi pada kenyataannya struktur pasar yang terjadi tidaklah bersifat persaingan sempurna, sehingga produsen mampu mempengaruhi harga produk yang dijualnya, yang secara otomatis struktur harga tersebut dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dan menyebabkan terjadinya inflasi itu sendiri. Dalam konsep islam, sektor produksi dalam perekonomian diorganisir berdasarkan basis bagi hasil (profit-sharing)

“ Sebuah sistem perekonomian dunia akan terus mengalami kondisi ketidakseimbangan, selama suku bunga masih tetap ada.”

Sistem perekonomian Islam bersifat universal, artinya dapat digunakan oleh siapa pun, tidak terbatas pada umat Islam saja, dalam bidang apa pun serta tidak dibatasi oleh waktu ataupun zaman, sehingga sesuai untuk diterapkan dalam kondisi apa pun asalkan tetap berpegang teguh kepada kerangka kerja atau acuan norma-norma yang islami. Anggapan tersebut telah terbukti saat adanya krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia dan Asia beberapa tahun lalu. Dunia perbankan dan lembaga keuangan islam yang kegiatan operasionalnya berdasarkan pada asas islam, krisis ekonomi dan moneter yang terjadi merupakan momen positif. Hal ini menunjukan dan memberikan bukti nyata kepada dunia, bahwa sistem ekonomi islam tetap dapat hidup dan berkembang dalam kondisi ekonomi yang buruk sekalipun.

Berdasarkan pembuktian di atas, sudah saatnya bagi para penguasa suatu negara, untuk membuka mata dan mengubah cara pandang yang ada bahwa sistem ekonomi islam merupakan alternatif yang sesuai untuk mengatasi permasalahan perekonomian dunia saat ini.    

Oleh:
Galuh M. Iqbal SAS 

Bekerja di Bank Ribawi? Hmm ......

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa seluruh pakar ekonomi Islam dunia, sejak tahun 1973 hingga sekarang telah sepakat bahwa bunga bank adalah haram. Menurut penelitian Prof.Dr.M.Akram Khan, Prof.Dr.Yusuf Qardhawi, serta sejumlah ulama lainnya, kesepakatan telah menjadi keputusan (ijma’) ‘ulama dunia. Jadi, tidak ada lagi perbedaan pendapat tentang haramnya bunga bank.

Tahun 1976, para pakar dan ’ulama dunia sepakat tentang keharaman bunga bank yang mereka putuskan pada Konferensi I Ekonomi Islam Internasional di Jeddah. Bahkan sebelumnya, tahun 1973, seluruh ‘ulama OKI sepakat tentang keharaman bunga bank. Konferensi internasional yang dihadiri tidak hanya puluhan, bahkan ratusan pakar ekonomi Islam dunia itu telah beberapa kali diadakan di berbagai Negara. Kesemuanya memperoleh hasil akhir bahwa bunga bank adalah haram.

Jadi, kalau seluruh ahli ekonomi Islam seluruh dunia telah satu keputusan tentang haramnya bunga bank, diperkuat lagi oleh ‘ulama OKI dan Rabithah Alam Al-islami serta Majma’ Buhuts (lembaga fatwa) di seluruh dunia, tapi sungguh aneh bin ajaib, masih ada saja segelintir orang yang bodoh tentang ekonomi Islam berkomentar membantah haramnya bank. Itu jelas sangat aneh dan secara ilmu pun sangat memalukan. Allah berfirman yang artinya :

“Kemudian kami jadikan bagi kamu syari’ah untuk urusan itu, maka ikutilah syariah itu, jangan ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.

Ayat di atas mengatakan, orang yang tidak mengikuti syariah ( termasuk di dalamnya perkara muamalah), mempunyai dua alasan. Pertama, mereka penyembah hawa nafsu karena perihal keduniaan. Kedua, karena ketidaktahuan mereka tentang syari’ah itu.

Dosa riba adalah dosa yang spesial, dikatakan spesial karena riba merupakan satu-satunya dosa yang dinyatakan perang oleh Allah dan Rasul-Nya (Q.S al Baqarah:279).

Lantas, setelah mengetahui bahwa bank telah menerapkan sistem ribawi, bolehkah kita bekerja di bank tersebut? Berikut ini penulis nukilkan Fatawa Islamiyah (2/401)

Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: Apakah boleh bekerja di lembaga riba sebagai supir atau satpam ?

Beliau menjawab:
tidak boleh bekerja di lembaga-lembaga riba meskipun hanya sebagai supir atau satpam, karena masuknya dia sebagai pegawai di lembaga riba bermakna dia rela, karena yang mengingkari sesuatu tidak mungkin bekerja untuk kepentingannya, jika bekerja untuk kepentingannya maka berarti dia ridho dengannya, dan yang ridho dengan sesuatu yang diharamkan akan menanggung dosanya. Adapun orang yang secara langsung bertugas dalam penulisan, pengiriman, penyimpanan, dan semacamnya maka tidak ragu lagi dia berhubungan langsung dengan hal haram. Telah diriwayatkan dari Jabir radhiallahu anhu dalam hadits yang shahih bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam melaknat pemakan riba, yang memberi makan riba, kedua saksinya, dan penulisnya dan beliau berkata: mereka semua sama. Kitab Fatawa Islamiyah (2/401)

Maka bagi saudara kita yang masih bekerja di bank-bank tersebut hendaklah bertaubat serta meninggalkan pekerjaannya dan memohon kepada Allah dengan bertawakal kepada-Nya serta yakin bahwa rizki adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’alaa: (Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memberikannya jalan keluar dan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka. Barang siapa yang bertawakal kepada Allah maka Dia Yang mencukupinya. Sesungguhnya Allah akan menyampaikan urusannya. Allah telah menentukan takdir bagi segala urusan) (QS Ath-thalaq:2-3).

Bukanlah sifat seorang muslim, tatkala berhadapan dengan larangan Rabb-nya atau rasul-Nya dirinya malah berpaling dan memilih untuk menuruti apa yang diinginkan oleh nafsunya.

Tentunya tatkala Islam memerintahkan umatnya untuk menjauhi riba pastilah terkandung suatu hikmah, sebab Islam tidaklah memerintahkan manusia untuk melakukan sesuatu melainkan terkandung sesuatu yang dapat menghantarkannya kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Demikian pula sebaliknya, bila syari’at ini melarang akan sesuatu, tentulah sesuatu tersebut mengandung kerusakan dan berbagai keburukan yang dapat menghantarkan manusia kepada kerugian di dunia dan akhirat.

Oleh: Khoirul Mubin