oleh Abdul
Hafizh Asri (Manajemen 2011)
Islamic
entrepreneurship merupakan salah
satu warisan Nabi yang ternyata telah diagungkan berulang kali oleh berbagai
bangsa di berbagai belahan dunia. Warisan Nabi yang-sesungguhnya-ditujukan
untuk kita umatnya dalam mencapai kemakmuran, kekayaan, dan kejayaan Islam. Ia
paham sepaham-pahamnya bahwa kuat dan menang di dunia dan akhirat melalui
perdagangan sangat dianjurkan. Tak pelak lagi, Muhammad terang-terangan
menyampaikan, "Berdaganglah engkau, karena 9 dari 10 pintu rezeki berada
dalam perdagangan..".
Harus diakui, sudah pantaslah beliau menjadi Nabi
akhir zaman, seorang manusia pilihan yang memberikan keteladanan dari semua
sisi kehidupan. Dalam mencapai kemakmuran dan kekayaan, beliau mengajarkan
dengan cara-cara yang alamiah dan ideal untuk kita terapkan dalam konsep yang
dinamakan islamic entrepreneurship.
Langkah-langkah strategis untuk mencapai hal itu dicontohkan secara kaffah, mulai dari motivasi yang kuat,
tawakkal hanya pada Allah, bersabar hingga berserikat dengan pihak ketiga.
Di sisi lain, khalifah Ali, sahabat Nabi yang sangat
sederhana pernah mengungkapkan dengan tegas, “Seandainya kemiskinan itu
berwujud manusia, niscaya aku yang akan membunuhnya!” Sangat relevan dan layak
untuk direnungkan bersama. Bagaimana kita sebagai seorang Muslim memiliki
semangat mengentaskan kemiskinan, minimal dari diri sendiri dan lingkungan
sekitar. Membangun kembali kultur Islam yang pro kemakmuran, dengan mengikuti
jejak Nabi dan para sahabat terdahulu.
Memang perlu digarisbawahi bahwa di akhir zaman
layaknya saat ini, sejak kaum Quraisy zaman dulu sampai masyarakat millenium
seperti sekarang-sangatlah mengagungkan perdagangan. Namun faktanya, bangsa Yahudilah yang diam-diam menguasai
bahasa perdagangan ini. Jarang-jarang orang sadar bahwa mereka mendominasi sekitar
lima persen penduduk Bumi yang mengangangkangi 80 persen kekayaan dunia. Sebuah
kebetulankah? Padahal di satu sisi, jumlah mereka hanya belasan juta jiwa, jauh
dibawah jumlah umat Islam sekarang. Dengan piawai dan lihainya mereka menyetir
kebijakan dan kekuasaan di dunia, sementara rasa benci kita terhadap kaum
tertentu justru membuat kita lemah dan tak mau berbenah.
Justru hendaknya kita mengambil hikmah dan mau belajar
dari kondisi saat ini. Lagipula, ada harapan dari suatu temuan yang menarik. Bahwa
dalam analisa sejumlah pakar mengemukakan bahwa kekuatan besar Islam akan
bangkit kembali dimuka bumi ini, sejalan dengan China. Analisa kebangkitan ini
tentu bukanlah mengada-ada, terbukti di beberapa benua Islam mengalami
pertumbuhan tertinggi dan menjadi agama paling banyak dianut setelah Nasrani.
Sayangnya, orang Islam sendiri kurang melek akan harapan ini.
Menurut proyeksi Pusat Penelitian Pew pada bulan Januari
2011, populasi Muslim dunia diperkirakan akan meningkat sekitar 35% dalam 20
tahun ke depan. Sayangnya terus terang, dalam kurun 1.000 tahun
terakhir, di banyak bidang, politik, budaya, sains apalagi ekonomi, umat Muslim
sangat jauh tertinggal dibadingkan umat-umat lain. Namun, ketika orang-orang pesimis akan menganggap hal ini
sebagai masalah dan ancaman, maka kita yang telah memahami islamic entrepreneurship hendaknya menganggap bahwa masalah ini
sebagai peluang.
Belajar dari kondisi perekonomian yang diterapkan Nabi
dan para sahabat, konsep islamic
entrepreneurship itu memaknai produksi dan konsumsi secara tepat. Di satu
sisi, mereka menggalakkan produksi sebesar-sebesarnya dan distribusi
seluas-luasnya, agar dapat memakmurkan orang sebanyak-banyaknya. Terbukti, Nabi
berdagang ke luar negeri setidaknya 18 kali, sementara Umar mewariskan 70.000
properti senilai triliunan rupiah. Namun di sisi lain, mereka juga menggalakkan
konsumsi sehemat-hematnya. Memberdayakan harta sebaik mungkin, terlihat dari
kesederhanaan makanan dan pakaiannya sehari-hari.
Menjadi kaya ala Nabi lewat jalan islamic entrepreneurship, inilah solusi yang coba ditawarkan untuk
mengentaskan kemiskinan di muka bumi ini. Perlu diingat, bahwa kekayaan
bukanlah tujuan, melainkan alat syiar, dakwah dan beribadah dalam Islam. Ya,
dengan alat ini, Insya Allah kita akan lebih mudah menegakkan ekonomi syariah,
meningkatkan bargaining position umat
muslim, dan masih banyak lagi. Dengan begitu, bukan tidak mungkin kebangkitan
dan kejayaan Islam yang digdaya dapat kembali terwujud untuk kemaslahatan umat
di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar