Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa seluruh pakar ekonomi Islam dunia, sejak tahun 1973 hingga sekarang telah sepakat bahwa bunga bank adalah haram. Menurut penelitian Prof.Dr.M.Akram Khan, Prof.Dr.Yusuf Qardhawi, serta sejumlah ulama lainnya, kesepakatan telah menjadi keputusan (ijma’) ‘ulama dunia. Jadi, tidak ada lagi perbedaan pendapat tentang haramnya bunga bank.
Tahun 1976, para pakar dan ’ulama dunia sepakat tentang keharaman bunga bank yang mereka putuskan pada Konferensi I Ekonomi Islam Internasional di Jeddah. Bahkan sebelumnya, tahun 1973, seluruh ‘ulama OKI sepakat tentang keharaman bunga bank. Konferensi internasional yang dihadiri tidak hanya puluhan, bahkan ratusan pakar ekonomi Islam dunia itu telah beberapa kali diadakan di berbagai Negara. Kesemuanya memperoleh hasil akhir bahwa bunga bank adalah haram.
Jadi, kalau seluruh ahli ekonomi Islam seluruh dunia telah satu keputusan tentang haramnya bunga bank, diperkuat lagi oleh ‘ulama OKI dan Rabithah Alam Al-islami serta Majma’ Buhuts (lembaga fatwa) di seluruh dunia, tapi sungguh aneh bin ajaib, masih ada saja segelintir orang yang bodoh tentang ekonomi Islam berkomentar membantah haramnya bank. Itu jelas sangat aneh dan secara ilmu pun sangat memalukan. Allah berfirman yang artinya :
“Kemudian kami jadikan bagi kamu syari’ah untuk urusan itu, maka ikutilah syariah itu, jangan ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.
Ayat di atas mengatakan, orang yang tidak mengikuti syariah ( termasuk di dalamnya perkara muamalah), mempunyai dua alasan. Pertama, mereka penyembah hawa nafsu karena perihal keduniaan. Kedua, karena ketidaktahuan mereka tentang syari’ah itu.
Dosa riba adalah dosa yang spesial, dikatakan spesial karena riba merupakan satu-satunya dosa yang dinyatakan perang oleh Allah dan Rasul-Nya (Q.S al Baqarah:279).
Lantas, setelah mengetahui bahwa bank telah menerapkan sistem ribawi, bolehkah kita bekerja di bank tersebut? Berikut ini penulis nukilkan Fatawa Islamiyah (2/401)
Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: Apakah boleh bekerja di lembaga riba sebagai supir atau satpam ?
Beliau menjawab:
tidak boleh bekerja di lembaga-lembaga riba meskipun hanya sebagai supir atau satpam, karena masuknya dia sebagai pegawai di lembaga riba bermakna dia rela, karena yang mengingkari sesuatu tidak mungkin bekerja untuk kepentingannya, jika bekerja untuk kepentingannya maka berarti dia ridho dengannya, dan yang ridho dengan sesuatu yang diharamkan akan menanggung dosanya. Adapun orang yang secara langsung bertugas dalam penulisan, pengiriman, penyimpanan, dan semacamnya maka tidak ragu lagi dia berhubungan langsung dengan hal haram. Telah diriwayatkan dari Jabir radhiallahu anhu dalam hadits yang shahih bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam melaknat pemakan riba, yang memberi makan riba, kedua saksinya, dan penulisnya dan beliau berkata: mereka semua sama. Kitab Fatawa Islamiyah (2/401)
Maka bagi saudara kita yang masih bekerja di bank-bank tersebut hendaklah bertaubat serta meninggalkan pekerjaannya dan memohon kepada Allah dengan bertawakal kepada-Nya serta yakin bahwa rizki adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’alaa: (Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memberikannya jalan keluar dan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka. Barang siapa yang bertawakal kepada Allah maka Dia Yang mencukupinya. Sesungguhnya Allah akan menyampaikan urusannya. Allah telah menentukan takdir bagi segala urusan) (QS Ath-thalaq:2-3).
Bukanlah sifat seorang muslim, tatkala berhadapan dengan larangan Rabb-nya atau rasul-Nya dirinya malah berpaling dan memilih untuk menuruti apa yang diinginkan oleh nafsunya.
Tentunya tatkala Islam memerintahkan umatnya untuk menjauhi riba pastilah terkandung suatu hikmah, sebab Islam tidaklah memerintahkan manusia untuk melakukan sesuatu melainkan terkandung sesuatu yang dapat menghantarkannya kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Demikian pula sebaliknya, bila syari’at ini melarang akan sesuatu, tentulah sesuatu tersebut mengandung kerusakan dan berbagai keburukan yang dapat menghantarkan manusia kepada kerugian di dunia dan akhirat.
Oleh: Khoirul Mubin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar