Rabu, 21 Agustus 2013

`Cahaya Samawi


 
Oleh : Astrini Novi Puspita
 
Pada suatu masa dalam kesendirian

Kaki melangkah menuju penjaja buku di sudut kota

Berkeliling ia diantara pengunjung lainnya

Seketika bertemu lektur istimewa

Bertorehkan indah, La Tahzan

Terketuk hatinya dalam bait-bait penjelasan

 

Sepuluh tahun sudah ia berkenalan

Ajaran Samawi begitu dikaguminya

Terlebih ia temukan sesuatu yang berbeda

Mengenai reglemen manusia dengan Tuhan dan manusia lainnya

Terpujilah ia dan yakinlah ia pada Sang Empunya

Tapi memang tak mudah, tak seperti kutu berloncatan

Meluruhkan aksioma lama warisan oma

Ia biarkan Samawi terpatri indah dalam hatinya

Hingga kini ia berada di persimpangan

Menunggu petunjuk Tuhan selanjutnya

 

 

 

Globalisasi dan Ekonomi Islam


 

Oleh: Weningtyas Prastiwi (Akuntansi 2012)

Departemen Media

 

            Perekonomian semakin maju seiring perkembangan zaman. Tak ada hal mengikat dan batas-batas antarnegara semakin samar dalam bidang perekonomian terutama perdagangan. Tiap negara berusaha mendunia dengan kerjasama antarnegara. Inilah perkembangan ekonomi sekarang dalam globalisasi. Tidak bisa dipungkiri, globalisasi telah membuat fluktuasi perkembangan perekonomian. Adakalanya suatu perekonomian memiliki masa keemasan yang menduduki titik puncak pertumbuhan, namun ada waktunya juga suatu perekonomian surut dilanda krisis yang menunjukkan penurunan ekonomi. Pasang atau surut suatu perekonomian dalam globalisasi tergantung pada suatu sistem yang dianut untuk mengatur perekonomian itu. Dalam pergerakannya, globalisasi dapat memberikan dampak positif maupun dampak negatif pada suatu sistem perekonomian yang sedang berjalan. Beragam sistem ekonomi besar yang telah dianut berbagai negara seperti sistem ekonomi kapitalis, komunis, liberal, sosialis, kesemuanya memiliki masa keemasan masing-masing hingga pada akhirnya mengalami penurunan seiring perkembangan jaman. Hal ini menunjukkan suatu sistem ekonomi mempunyai kemampuan masing-masing dalam menghadapi globalisasi. Lalu, sistem ekonomi apa atau yang bagaimana yang dapat atau mampu menghadapi globalisasi dengan baik?

            Dahulu, Amerika Serika dan Eropa dengan sistem ekonomi liberalnya telah berjaya selama beberapa dasawarsa. Amerika telah melanglang buana secara global dalam perekonomian, menguasai berbagai aspek kehidupan dalam ekonomi dengan tonggak perekonomian sebagi negara industri. Namun, dalam menghadapi globalisasi Amerika dengan sistem ekonomi liberalnya pun tak bisa berkelit dari krisis yang melanda. Hal tersebut juga setali tiga uang dengan perekonomian Eropa yang mengalami gejolak, seperti Yunani. Kehancuran itu paling tidak menunjukkan indikasi bahwa sistem ekonomi di Negara maju tidak menjamin aman dari pelbagai pengaruh negatif globalisasi.

Sistem ekonomi Islam yang sedang tumbuh juga dapat terancam oleh pengaruh globalisasi. Namun, ekonomi Islam akan mampu berkembang dalam era globalisasi jika mampu survive memahami tututan zaman. Ekonomi Islam menghadapi berbagai tantangan seiring perkembangannya dalam era globalisasi, di antaranya adalah menumbuhkan perekonomian yang berkualitas dan upaya menjaga perekonomian agar tetap berada di jalan syar’i.   

            Ekonomi Islam dapat dikatakan merupakan sistem ekonomi yang paling sempurna diantara sistem perekonomian yang lain. Dalam ekonomi Islam semua hal diatur berdasarkan pada Al Quran yang sudah pasti kehaqiqiannya, serta adanya pemisahan yang jelas antara hablumminannas (hubungan antarsesama manusia) dan hablumminallah (hubungan manusia dengan Allah). Ekonomi  Islam merupakan ekonomi  baru dalam dunia modern yang akhir-akhir ini banyak dilirik dan dipelajari, sebab dalam ekonomi Islam tidak ada hal yang memberati seseorang. Misalnya, dalam perbankan tidak diperkenankan adanya bunga pinjaman tetapi disebut balas jasa peminjam, jual-beli yang jelas, jujur, dan tidak meruikan, syirkah antarsesama, kesemuanya telah dibuat aturan-aturan secara  syar’i.

            Perekonomian yang berkualitas adalah perekonomian yang dapat menyejahterakan kehidupan hajat orang banyak. Kualitas dari ekonomi tidak hanya menghasilkan uang (pendapatan) yang tinggi atau produk yang banyak. Hasil dari perekonomian dapat dirasakan secara merata oleh semua kalangan  masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas perekonomian sesuai tuntunan agama dapat dilakukan dengan cara pembangunan sarana prasarana, meningkatkan kualitas SDM untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas, penggunaan teknologi secara benar, dan pengelolaan SDA berdasarkan aturan yang berlaku.

            Lalu, bagaimana perekonomian Islam menjaga keislamannya? Jawabannya adalah sistem ekonomi yang dijalankan harus konsisten dengan dasar aturan dan tujuan awalnya. Dasar perekonomian adalah Al Quran dan Al Hadits, sedangkan tujuanya adalah memenuhi kebutuhan manusia berdasarkan syariah dengan saling berkerjasama, berdagang, pinjam-meminjam berasaskan tolong-menolong antarsesama.

The Miracle of Islamic Finance in The Midst of Globalization


 

Oleh Nurul Wakhidah (Ilmu Ekonomi 2011)

Sekretaris Jendral SEF UGM

Di era modern ini, tidak dapat dielakkan lagi bahwa kran globalisasi sudah terbuka dengan lebar sehingga menyebabkan arus informasi, barang dan jasa, serta modal menjadi begitu mudah menyeberangi batas negara, menciptakan integrasi ekonomi dan sosial. Bahkan, konsep borderless world pun sudah menjadi hal yang tak asing lagi. Tentunya, berbagai dampak –baik itu positif maupun negatif- timbul dari merebaknya globalisasi ini.

            Globalisasi memang membuka kesempatan bagi setiap perekonomian untuk tumbuh dan berkembang, menawarkan pangsa pasar yang lebih luas. Namun di sisi lain, globalisasi juga menyebabkan fenomena ekonomi yang terjadi di suatu negara dengan mudahnya menjalar ke negara lain, misalnya saja krisis finansial yang melanda Amerika Serikat tahun 2008. Ketika krisis itu melanda, guncangan hebat yang melanda sektor finansial AS dengan agresifnya menginfeksi sektor finansial lain di seluruh dunia, bahkan beberapa lembaga keuangan sampai collapse. Namun, yang menarik adalah, lembaga keuangan seperti perbankan islam tetap bisa bertahan dengan menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hasil study IMF yang dilakukan oleh Maher Hasan dan Jemma Dridi menunjukkan bahwa lembaga keuangan islam lebih tahan krisis, sehingga mereka cenderung mengalami kenaikan di tengah trend global yang sedang mengalami penurunan.

            Apa yang menyebabkan lembaga keuangan islam mampu bertahan melawan krisis? Apakah fenomena ini hanyalah kebetulan belaka? Hal ini perlu kita telisik lebih dalam lagi. Fondasi utama yang memperkuat lembaga keuangan islam adalah sistem pembiayaannya yang equity-based, tidak seperti lembaga keuangan konvensional yang loan-based. Pembiayaan yang dilandaskan pada modal dan bukannya utang ini membuat perbankan islam lebih terhindar dari unsur ketidakpastian spekulasi, tidak seperti perbankan konvesional pada umumnya.

            Lembaga keuangan islam berlandasakan asas-asas risk sharing, kepercayaan, dan transparansi. Mereka juga mendasarkan investasi pada sektor riil, sehingga tidak menyebabkan bubble. Artinya, setiap investasi di sektor financial harus disertai dengan underlying assets atau wujud investasi konkret di sector riil. Hal ini tentu saja berbeda dengan investasi konvensional yang bisa melakukan investasi tanpa adanya underlying assets, menciptakan uang out of thin air.

            Perbedaan-perbedaan mendasar inilah yang membuat lembaga keuangan islam tidak terpuruk karena krisis yang melanda sector financial global tahun 2008. Krisis ini menjadi katalis utama dalam menunjukkan kepada kita bahwa keuangan islam telah membuktikan dirinya sebagai pejuang yang tangguh dan mampu bertahan melawan arus utama dampak globalisasi. Bahkan saat ini, keuangan islam menjadi salah satu segmen yang paling cepat berkembang di jasa keuangan global.

Memang, globalisasi identik dengan persaingan. Akan ada winners, akan ada loosers. Akankah keuangan islam (Islamic Finance) mampu bersaing di tengah euphoria globalisasi dan menjadi pemenang? Kita tidak mengetahui dengan pasti. Namun, sejarah telah menunjukkan salah satu bukti bahwa lembaga keuangan islam bisa menjadi pemenang. Meskipun demikian, melihat interval krisis yang akhir-akhir ini semakin pendek dan tantangan globalisasi yang semakin kompleks, bekal yang dimiliki oleh lembaga keuangan islam masih belum cukup. Diperlukan sinergi antarpihak untuk terus meningkatkan performance lembaga keuangan ini; mulai dari regulator dalam hal memberikan payung hukum yang pasti, praktisi yang dengan keahliannya menciptakan berbagai inovasi, dan masyarakat yang berpartisipasi aktif dalam mengembangkan industri keuangan islam ini.

Sudut Pandang: Ekonomi Islam Sebuah Pertahanan Terhadap Globalisasi


Oleh Doddy Purwoharyono (Ilmu Ekonomi 2011)

Departemen PSDM

 

Arus globalisasi kian hari kian deras. Memetik dari warta di merdeka.com (2012) di Indonesia telah terkena arus yang sangat besar, mulai dari arus perdagangan (yang didominasi oleh kekuatan China), arus budaya (yang sedang tren oleh budaya Korea), dan arus modal (total modal asing yang masuk sekarang ini jumlahnya Rp 15,4 triliun yang didominasi pembelian Surat Utang Negara (SUN) yang terjadi di bulan Januari.

Seiring derasnya arus globalisasi ini, maka tidak bisa dipungkiri perekonomian semakin dikuasai oleh beberapa negara. Islam sebagai suatu ideologi pun tak hanya diam. Ekonomi Islam mulai berkembang seiring dengan kegagalan-kegagalan yang dialami oleh perekonomian liberalis, kapitalis maupun sosialis di beberapa tahun silam. Walaupun pengaruh tersebut sempat menimbulkan konflik di berbagai negara-misalnya Amerika Serikat, ternyata tak menyurutkan langkah perkembangan Ekonomi Islam ke pelbagai belahan dunia.

Tak ubahnya sebuah perspektif, globalisasi pasti memiliki sisi positif dan negatif. Ekonomi Islam sebagai gambaran kecil dari Islam, sepatutnya dapat menahan globalisasi terutama dari penguasaan modal oleh beberapa pihak. Demi kemaslahatan orang banyak, itulah prinsip yang dipegang Ekonomi Islam. Ekonomi Islam memiliki fokus pada distribusi, apabila hal tersebut dilaksanakan, sangat dimungkinkan bila hal ini dapat menjadi sebuah pertahanan yang kokoh terhadap perekonomian global yang disinyalir akan semakin liberal. Selain itu, sebagai umat Islam, masih ada dan semakin banyak yang berharap adanya kesatuan Islam dalam bentuk satu pemimpin-Kekhalifahan. Sehingga sangat mungkin suatu saat nanti, sebagai akibat globalisasi yang memampukan segala sesuatunya terkoneksi dengan mudah, Islam menjadi jaya. Dapat menguasai perekonomian dunia, dan menemui masa emasnya seperti pada fase kekhalifahan Kulafaur Rasyidin.

Faktor lain yang menjadikan ekonomi Islam sebagai sebuah pertahanan yaitu hukum Syariah. Sebagai contoh adalah larangan riba sehingga meminimalisir krisis keuangan, larangan tadlis atau penipuan, adanya lembaga Hisbah (pengawas yang mengawasi kegiatan ekonomi). Ditambah, prinsip-prinsip serta ideologi dasar yang melandasi ekonomi Islam, yaitu tauhid (keesaan tuhan), ‘Adl (keadilan), Nubuwwah (kenabian), Khilafah (pemerintahan), Ma’ad (hasil), Multiple Ownership, Freedom to Act, Social Justice, dan akhlak.

Kombinasi faktor tersebut menguatkan peranan ekonomi Islam dalam kancah internasional. Apabila diterapkan akan mampu menjadi tameng pertahanan akan derasnya arus globalisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sekarang tinggal kembali ke dalam diri umat muslim sendiri, sudah siapkah untuk menerapkan prinsip-prinsip diatas di tengah boomingnya globalisasi? Jangan sampai falsafah akidah dan muamalah di atas justru hilang ditelan arus globalisasi, minim aplikasi hanya tinggal teori.

Pengantar-Globalisasi dan Ekonomi Islam


 It has been said that arguing against globalization is like arguing against the laws of gravity” (Kofi Annan)

Kemajuan teknologi yang begitu pesat dan peradaban budaya  manusia di dunia yang bersifat dinamis semakin mendukung  terbentuknya warga dunia. Masyarakat dunia saling berhubungan, berinteraksi, dan berpengaruh bagi lingkungannya. Inilah yang kerap disebut dengan globalisasi.

Aktivitas ekonomi menjadi kegiatan masyarakat dunia yang tak terpisahkan. Kompleksitas permasalahan ekonomi semakin tinggi dengan semakin tingginya tingkat dependensi antarnegara. Krisis di suatu negara dapat berpengaruh di negara lain dalam kurun waktu singkat. Kelangkaan dan bencana di suatu negara berpengaruh pada aktivitas di belahan dunia lainnya. Ilmu ekonomi sebagai suatu disiplin ilmu diharapkan mampu mengkaji permasalahan-permasalahan ekonomi dewasa ini.

Umer Chapra dalam “Global Economic Challenges and Islam” menyebutkan tiga tantangan ekonomi global saat ini di antaranya: (1) bagaimana memperkenalkan suatu kondisi global yang harmoni, (2) bagaimana menggunakan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, dan (3) bagaimana memanfaatkan insitusi-institusi secara efektif dalam rangka pembangunan ekonomi dan harmoni sosial. Ketiga tantangan ini menjadi hal-hal yang selalu menarik untuk dikaji sebagaimana Chapra mengungkapkan peran Islam. "Islamic principles uphold respect for others, tolerance and peaceful co-existence."

Islamic Entrepreneurship as the Solution for Global Poverty


oleh Abdul Hafizh Asri (Manajemen 2011)
 

Islamic entrepreneurship merupakan salah satu warisan Nabi yang ternyata telah diagungkan berulang kali oleh berbagai bangsa di berbagai belahan dunia. Warisan Nabi yang-sesungguhnya-ditujukan untuk kita umatnya dalam mencapai kemakmuran, kekayaan, dan kejayaan Islam. Ia paham sepaham-pahamnya bahwa kuat dan menang di dunia dan akhirat melalui perdagangan sangat dianjurkan. Tak pelak lagi, Muhammad terang-terangan menyampaikan, "Berdaganglah engkau, karena 9 dari 10 pintu rezeki berada dalam perdagangan..".

Harus diakui, sudah pantaslah beliau menjadi Nabi akhir zaman, seorang manusia pilihan yang memberikan keteladanan dari semua sisi kehidupan. Dalam mencapai kemakmuran dan kekayaan, beliau mengajarkan dengan cara-cara yang alamiah dan ideal untuk kita terapkan dalam konsep yang dinamakan islamic entrepreneurship. Langkah-langkah strategis untuk mencapai hal itu dicontohkan secara kaffah, mulai dari motivasi yang kuat, tawakkal hanya pada Allah, bersabar hingga berserikat dengan pihak ketiga.

Di sisi lain, khalifah Ali, sahabat Nabi yang sangat sederhana pernah mengungkapkan dengan tegas, “Seandainya kemiskinan itu berwujud manusia, niscaya aku yang akan membunuhnya!” Sangat relevan dan layak untuk direnungkan bersama. Bagaimana kita sebagai seorang Muslim memiliki semangat mengentaskan kemiskinan, minimal dari diri sendiri dan lingkungan sekitar. Membangun kembali kultur Islam yang pro kemakmuran, dengan mengikuti jejak Nabi dan para sahabat terdahulu.

Memang perlu digarisbawahi bahwa di akhir zaman layaknya saat ini, sejak kaum Quraisy zaman dulu sampai masyarakat millenium seperti sekarang-sangatlah mengagungkan perdagangan. Namun faktanya, bangsa Yahudilah yang diam-diam menguasai bahasa perdagangan ini. Jarang-jarang orang sadar bahwa mereka mendominasi sekitar lima persen penduduk Bumi yang mengangangkangi 80 persen kekayaan dunia. Sebuah kebetulankah? Padahal di satu sisi, jumlah mereka hanya belasan juta jiwa, jauh dibawah jumlah umat Islam sekarang. Dengan piawai dan lihainya mereka menyetir kebijakan dan kekuasaan di dunia, sementara rasa benci kita terhadap kaum tertentu justru membuat kita lemah dan tak mau berbenah.

Justru hendaknya kita mengambil hikmah dan mau belajar dari kondisi saat ini. Lagipula, ada harapan dari suatu temuan yang menarik. Bahwa dalam analisa sejumlah pakar mengemukakan bahwa kekuatan besar Islam akan bangkit kembali dimuka bumi ini, sejalan dengan China. Analisa kebangkitan ini tentu bukanlah mengada-ada, terbukti di beberapa benua Islam mengalami pertumbuhan tertinggi dan menjadi agama paling banyak dianut setelah Nasrani. Sayangnya, orang Islam sendiri kurang melek akan harapan ini.

Menurut proyeksi Pusat Penelitian Pew pada bulan Januari 2011, populasi Muslim dunia diperkirakan akan meningkat sekitar 35% dalam 20 tahun ke depan. Sayangnya terus terang, dalam kurun 1.000 tahun terakhir, di banyak bidang, politik, budaya, sains apalagi ekonomi, umat Muslim sangat jauh tertinggal dibadingkan umat-umat lain. Namun, ketika orang-orang pesimis akan menganggap hal ini sebagai masalah dan ancaman, maka kita yang telah memahami islamic entrepreneurship hendaknya menganggap bahwa masalah ini sebagai peluang.

Belajar dari kondisi perekonomian yang diterapkan Nabi dan para sahabat, konsep islamic entrepreneurship itu memaknai produksi dan konsumsi secara tepat. Di satu sisi, mereka menggalakkan produksi sebesar-sebesarnya dan distribusi seluas-luasnya, agar dapat memakmurkan orang sebanyak-banyaknya. Terbukti, Nabi berdagang ke luar negeri setidaknya 18 kali, sementara Umar mewariskan 70.000 properti senilai triliunan rupiah. Namun di sisi lain, mereka juga menggalakkan konsumsi sehemat-hematnya. Memberdayakan harta sebaik mungkin, terlihat dari kesederhanaan makanan dan pakaiannya sehari-hari.

Menjadi kaya ala Nabi lewat jalan islamic entrepreneurship, inilah solusi yang coba ditawarkan untuk mengentaskan kemiskinan di muka bumi ini. Perlu diingat, bahwa kekayaan bukanlah tujuan, melainkan alat syiar, dakwah dan beribadah dalam Islam. Ya, dengan alat ini, Insya Allah kita akan lebih mudah menegakkan ekonomi syariah, meningkatkan bargaining position umat muslim, dan masih banyak lagi. Dengan begitu, bukan tidak mungkin kebangkitan dan kejayaan Islam yang digdaya dapat kembali terwujud untuk kemaslahatan umat di dunia ini.

Kajian Kontemporer SEF UGM: Di Balik Pengelolaan Dana Haji Apa dan Bagaimana


Kajian Kontemporer SEF UGM perdana diselenggarakan pada Rabu, 13 Maret 2013 menguak pengelolaan dana haji dengan menghadirkan pembicara Bhima Yudhistira-peneliti di Shariah Corner FEB UGM serta moderator Shufi Al Ichsanu Brata-Kepala Departemen Kajian SEF UGM.

Saat ini ekonomi syariah diidentikkan dengan memenuhi pasar tenaga kerja bank syariah yang disinyalir merupakan produk kapitalis. Sebagai bagian dari lingkup ekonomis syariah, pengelolaan dana haji menjadi topik pada ekonomi syariah di sektor publik yang menarik untuk dikritisi. Bagaimana pengelolaan sisa dana haji 58 triliun rupiah di Kementrian Agama?

Saat ini pemerintah cenderung lebih concern pada hal teknis seperti catering dan pelayanan teknis lainnya sedangkan hal-hal kecil yang penting seperti sisa dana masyarakat yang jumlahnya menggembung malah tak tersentuh. Perbandingan studi dengan Malaysia, sisa dana haji digunakan untuk mengambil alih perkebunan kelapa sawit di Indonesia sehingga produktivitas dana haji sangat tinggi di Malaysia. Sedangkan jika kita tengok Indonesia, total jumlah tabungan haji Indonesia mencapai 32 triliun dari hasil deposit lebih kurang 1,4 juta daftar tunggu haji di Indonesia. Dari 32 triliun tersebut di simpan di perbankan syariah sebanyak 18,2 persen sebesar 60 persen tersimpan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan di simpan di bank konvensional 21,8 persen. Bhima Yudhistira menyebutkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa pelaporan mengenai penggunaan dana tabungan haji tidak lengkap seperti data pada tahun 2003 tidak ditemukan data aliran dana tersebut.

Dana Abadi Umat dalam rupiah diunakan untuk membeli sukuk (Surat Berharga Syariah Negara). Sukuk adalah surat utang obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan untuk hal-hal produktif (sektor riil). Negara menerbitkan sukuk untuk membiayai anggaran APBN sebesar 783 M. Pemanfaatan dana haji masih terbatas pada financial sector belum banyak menyentuh sektor riil.

Pertanyaanya, mengapa disimpan dalam bentuk sukuk berupa rupiah maupun dollar? Mengapa harus 783M? Salah satu alasan dari hasil analisisnya, Bhima Yudhistira menyebut teori financial management dalam hal diversifikasi risiko. Portfolio management dalam mereduksi risiko keuangan menjadi alasan mengapa investasi tersebut dilaksanakan sedemikian rupa. Jika secara teknis, pelaku lapangan selalu menjawab bahwa hal tsb adalah perintah dan titah dari atasan, hal ini cukup aneh. Hipotesis yang muncul adalah adanya ketidakmampuan mengelola dana haji tersebut.

Dana Abadi Umat (DAU) disimpan dalam Deposito (Rupiah), Deposito (US$), Sukuk (SBSN), investasi lain (saham Bank Muamalat dan bank lainnya baik konvensional maupun syariah). Sebenarnya investasi dana haji dapat disalurkan dalam hal lain, misalnya bangunan tempat penginapan yang selalu digunakan untuk menginap jamaah haji di Arab Saudi dapat dibeli dengan uang tsb. Akan tetapi politik dan birokrasi selalu menjadi “excuse” tentang sulitnya mengambil kepemilikan tanah penginapan tsb. Threat yang mungkin muncul yang terus diselidiki KPK ialah celah-celah yang dapat ditimbulkan dari ketidakmampuan mengelola keuangan di Kementrian Agama.

Sosialisasi mengenai pengelolaan dana abadi umat sangat penting. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Oleh karena itu, pengelolaan dana tsb harus berhati-hati. Belakangan wacana menyimpan dana abadi umat di bank syariah muncul sehingga pengalokasian dana  untuk menggerakkan sektor riil yang syariah terus digerakkan. Akan tetapi untuk menangani dan memutar uang sebanyak itu tampaknya bank syariah masih kesulitan. Namun terlepas dari isu tersebut, terdapat permasalahan yang jauh lebih penting menurut narasumber, yaitu keadilan. Ketika sektor-sektor riil masih membutuhkan dana, maka pengalokasian dana pada US$ itu menjadi suatu bentuk ketidakadilan, jelas Bhima Yudhistira menanggapi sesi diskusi dalam Kajian Kontemporer tiap sebulan sekali oleh SEF UGM. (Dept. Kajian-SEF UGM)

 

 

Konsumsi Islami


Yanis Prihantika M. (Akuntansi 2011)

Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan gaya konsumtif yang cukup tinggi. Jumlah penduduk Indonesia yang berada di urutan ke-4 sebagai negara dengan penduduk terbanyak sedunia dan gaya hidup masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif menjadi daya tarik bagi investor dari berbagai negara. Gaya hidup konsumtif adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan konsumsi yang berlebihan, mudah tertarik dengan barang atau jasa yang bukan menjadi prioritas utama untuk mendapatkan status sosial tertentu. Potensi pasar di Indonesia dapat menjadi salah satu sisi positif munculnya gaya hidup konsumtif. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan dari gaya hidup konsumtif adalah gaya hidup hedonis, foya – foya dan boros. Munculnya fasilitas kartu kredit mendorong masyarakat untuk lebih mudah bertransaksi untuk memenuhi kebutuhan individu. Apabila tidak digunakan dengan tepat, seorang individu dapat terjerumus dalam lilitan hutang karena gaya hidup konsumtif. Pada tahun 2009, Indonesia berada pada urutan ke-2 dunia sebagai negara dengan tingkat konsumsi tinggi. Dalam ekonomi konvensional, semakin tinggi konsumsi mengindikasikan bahwa pendapatan juga tinggi {Y=C+S}. Namun perlu ditelisik lebih jauh siapa pihak yang memiliki tingkat konsumsi tinggi. Kurangnya pemerataan menyebabkan tingkat konsumsi di Indonesia hanya semu belaka. Hal ini disebabkan tidak semua masyarakat menikmati dan mampu meningkatkan tingkat konsumsi (sebagai indikasi meningkatnya pendapatan). Distribusi yang tidak merata menyebabkan kesenjangan semakin lebar antara Si Kaya dan Si Miskin. Si Kaya semakin menikmati gaya hidup yang boros tanpa melirik keadaan Si Miskin.  

Dalam teori konsumsi Islam, seorang Muslim dilarang untuk hidup boros yang berlebih- lebihan yang tercantum dalam Al Qur’an surat Al-Israa' ayat 26-27 :
"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan"
. Jelas bahwa seorang muslim dilarang hidup berlebih – lebihan walaupun sumber daya ekonomi yang dimiliki besar. 

Dalam ekonomi Islam, muslim diharuskan untuk menyisihkan penghasilannya untuk infak {Y= (C+Infak) + S}. Islam mengatur umatnya untuk menyisihkan infak terlebih dahulu setelah kebutuhan primer (C) terpenuhi, kemudian sisa dari konsumsi dan infak dapat digunakan untuk tabungan (S). Muslim yang berada dalam kekurangan dapat terbantu dengan adanya infak. Islam mengatur setiap individu untuk tidak berlebih- lebihan dan tetap memperhatikan kebutuhan orang lain dengan menyalurkan infak. Berbeda dengan teori konvensional yang tidak mengatur konsumsi individu. Seorang individu akan merasa puas apabila seluruh kebutuhannya dapat terpenuhi. Hal ini menumbuhkan benih – benih kapitalisme. Si Kaya semakin kaya tanpa memperhatikan keadaan Si Miskin.

Dalam konsumsi Islam, seorang Muslim akan mendapat kepuasan lebih apabila mengonsumsi barang halal daripada barang haram. Berbeda dengan teori konsumsi konvensional yang tidak mengatur halal-haramnya suatu barang atau jasa. Dalam teori konsumsi Islam, seorang muslim tidak hanya mengatur kebutuhan duniawi saja namun juga bertujuan untuk mencapai falah (kemuliaan dan kemenangan hidup). Individu hendaknya bijaksana dalam mengonsumsi segala kebutuhan dengan memperhatikan skala prioritas, menyisihkan infak dan mengonsumsi barang yang halal untuk mencapai falah.

How To Be A Good Consumer with Islam


oleh Ari Nurahma (Ilmu Ekonomi 2012)


Salah satu aktivitas ekonomi yang erat dengan kehidupan kita sehari-hari adalah konsumsi. Dalam pengertian umum, konsumsi dapat diartikan mengurangi atau menggunakan nilai dari suatu produk, baik barang maupun jasa. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan.

            Sebagai agama sempurna yang menyentuh segala aspek kehidupan manusia, Islam tentu mengkaji masalah konsumsi. Dalam Islam konsumsi bukanlah semata-mata tindakan untuk memuaskan kebutuhan, tapi merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT. Maka dalam Islam konsumsi tidak dapat dilakukan dengan sembarangan. Ada aturan-aturan dalam rangka pemunuhan kebutuhan tersebut.

            Abdul Mannan mencetuskan lima prinsip dasar dalam melakukan konsumsi, yaitu:

1.  Prinsip Keadilan

Apapun yang kita konsumsi haruslah halal dan tidak menyalahi aturan yang ada dalam upaya pemenuhannya maupun penggunaannya.

 

2.  Prinsip Kebersihan

Tidaklah baik bila apa yang kita konsumsi itu merupakan hal yang menjijikkan atau juga tidak jelas kebersihannya.

 

3.  Prinsip Kesederhanaan

Allah tidak menyukai orang yang mengkonsumsi secara berlebihan. Hal ini dijelaskan dalam Q.S. al-A’raaf ayat 31.
“…..makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

 

4.  Prinsip kemurahan hati

Diharapkan kita melakukan konsumsi dengan segala kemurahan hati, tidak serakah dan sebagainya.

 

5.  Prinsip moralitas

Jangan mengesampingkan moral kita saat mengkonsumsi. Manusia mempunyai hati dan akal untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Konsumsi pun harus memperhatikan aspek ini.

 

            Yang paling penting dalam Islam konsumsi merupakan sarana, bukan tujuan satu-satunya. Pada akhirnya kita mengkonsumsi dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Maka tentunya dalam ibadah itu kita harus memperhatikan tata-cara dan penerapannya secara benar. With Islam, you can be a good consumer.

Pengantar-Konsumsi Syariah


Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia 2012 tumbuh sebesar 6,23 persen. Hampir separuh dari pertumbuhan ekonomi Indonesia bersumber dari komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencapai 2,93%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup banyak bergantung pada aktivitas konsumsi. Pertumbuhan sebesar 6,23 persen ini juga didukung komponen-komponen lainnya, yaitu pembentukan modal tetap bruto (2,4 persen), perubahan inventori (1,79 persen), ekspor (1 persen), dan konsumsi pemerintah (0,1 persen). cukup penting dalam hal membangun infrastruktur dan membuka lapangan pekerjaan baru.

Konsumsi tidak hanya pada level pemerintah tetapi juga setiap individu karena manusia membutuhkan kegiatan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan, sejak terlahir ke dunia, bayi yang menangis pun sejatinya tengah melakukan cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Konsumsi menjadi aktivitas tak terpisahkan dalam hidup kita. Aktivitas yang terus menerus dilakukan ini pun menjadi sebuah gaya hidup (life style).

Perilaku konsumen yang dibangun berdasarkan syariah Islam secara konseptual memiliki perbedaan yang mendasar dengan teori konvensional. Perbedaan ini menyangkut nilai dasar yang menjadi fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan alokasi anggaran untuk berkonsumsi. Bagaimana ekonomi Islam dalam kegiatan konsumsi menjadi suatu bahasan menarik yang perlu digali dan diteliti lebih jauh yang diulas dalam edisi ini.

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat.” (Al-Baqarah:265)

 

 

SEF Menyapa, Semangat 45 :)

Bulan Agustus ini spesial.. 10 hari terakhir Ramadhan.. Syawal.. Dan.... Peringatan Hari Kemerdekaan.. Selamat Idul Fitri 1434 H. Mohon maaf lahir batin. Dirgahayu ke-68 Republik Indonesia! Merdeka!

Jadi... Dengan semangat 45 admin ingin membuka lembar baru.. Memenuhi janji-janji kemerdekaan (apasih).. caranya, admin akan berbagi tulisan-tulisan.. mungkin belum banyak tapi yang sedikit dari tulisan teman2 SEF ini semoga bermanfaat :)